Rabu, 03 Juni 2015

Dua Bos Bursa Berjangka Didakwa Beri Suap Rp 7 Miliar

TEMPO.CO, Jakarta - Dua bekas petinggi PT Bursa Berjangka Jakarta, Sherman Rana Krishna dan Mochamad Bihar Sakti Wibowo, didakwa menyuap bekas Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Syahrul Raja Sempurnajaya, dengan uang Rp 7 miliar buat mendapat izin pendirian PT Indokliring Internasional. Duit ke Syahrul diberikan dalam bentuk tunai supaya tak terlacak.

"Uang diberikan dalam bentuk tunai dengan pertimbangan lebih simpel dan tidak mudah ditelusuri sumbernya," kata jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Haerudin, saat membacakan surat dakwaan Sherman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 3 Juni 2015.

Materi dakwaan Sherman serupa dengan Bihar. Keduanya bersama petinggi Bursa Berjangka lain sepakat memberi uang tunai Rp 7 miliar yang terdiri atas US$ 600 ribu dan Rp 1 miliar kepada Syahrul. Para bos Bursa Berjangka itu ingin Syahrul memberi izin usaha lembaga kliring berjangka sendiri kepada perusahaan tersebut dengan bendera PT Indokliring Internasional.

Ihwal pemberian beselan dalam bentuk tunai itu dibahas dalam rapat Dewan Komisaris dan Direksi Bursa Berjangka pada 10 Juli 2012. Rapat itu dihadiri Direktur Keuangan Roy Sembel, Komisaris Kristanto Nugroho, Direktur Utama Made Sukarwo, Kepala Divisi Keuangan Stephanus Paulus Lumintan, dan Sekretaris Perusahaan Aulia Shina Primayog.

Tujuh hari setelah rapat tersebut, Komisaris Hendra Gondowidjaya meminta Komisaris Utama Hassan Widjaja mulai melobi Syahrul. Permintaan disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Bursa Berjangka.

Setelah dilobi, Syahrul meminta 10 persen saham dari modal awal Indokliring Internasional. Nilai itu setara dengan Rp 10 miliar. Indokliring akhirnya terbentuk pada 27 Juli 2012. Selain Bursa Berjangka yang mengeluarkan duit Rp 20 miliar, ada dua perusahaan lain yang ikut urunan modal, yaitu PT Valbury Asia Futures Rp 2,5 miliar dan PT Solid Gold Rp 2,5 miliar.

Uang buat Syahrul dicairkan Stephanus Lumintan dalam dua bentuk cek, yakni Rp 2 miliar dan US$ 4 miliar. Stephanus juga menyiapkan tiga cek dengan total dana Rp 1 miliar dan duit US$ 600 ribu.

Sherman dan Bihar didakwa dengan Pasal 5 ayat 1-a subsider Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Pasal-pasal itu mengatur tentang perbuatan memberi sesuatu kepada penyelenggara negara supaya berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Mereka terancam pidana maksimal lima tahun penjara dan denda maksimal Rp 250 juta.

Pada 12 November 2014, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Syahrul delapan tahun penjara ditambah denda Rp 800 juta. Dia terbukti memeras, menerima suap, sekaligus melakukan pencucian uang.

Sherman dan Bihar menyatakan akan mengajukan nota keberatan alias eksepsi. Pengacara Bihar, Tito Hananta Kusuma, mengatakan meminta majelis hakim yang dipimpin Aswijon membolehkan Bihar mengobati sakit punggung di rumah sakit. Sidang bakal dilanjutkan pada 10 Juni 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar